Langsung ke konten utama

Menggugat system Pendidikan

 

Menggugat system Pendidikan

    Sektor Pendidikan merupakan “primadona” sejak lama, karena melihat tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, apa saja yg dilakukan Negara selama ini untuk mencapai tujuan tersebut?.

    Tuntutan Negara lebih tepatnya Pemerintah dalam menjalankan kebijakan pendidikan untuk menjamin anak-anak Indonesia, agar tetap bisa mengenyam bangku pendidikan, dapat dikatakan belum mampu merealisasikan tujuan yang ideal, yang selama ini menjadi cita-cita Bangsa. Seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945. Untuk mencapai semua itu, maka tidak sedikit anggaran yg harus disiapkan Negara.

Jangan heran“, Jalur Birokrasi pun dipangkas sejak beberapa tahun lalu, agar anggaran belanja Negara untuk sektor pendidikan Indonesia dapat terpenuhi. Tetapi, jangan tanya soal kebocorannya.

    Departemen Pendidikan Nasional saat ini masih merupakan salah satu lembaga pemerintah paling korup. Jika kita melihat beberapa laporan dan pernyataan BPK setiap tahunnya mengatakan bahwa, Departemen Pendidikan Nasional masih sangat ruwedan banyak salah-urus.

    Sebenarnya pernyataan ini merupakan bukti pengakuan diam-diam, bahwa Negara belum mampu memenuhi tuntutan dalam menjamin keberlangsungan sistem pendidikan yang di Primadonakan. Kemudian jika kita dapat melihat muatan system yang sedang berjalan, terlebih harapan kita agar system tersebut harus berjalan sesuai kebutuhan yang di inginkan oleh pendidik, agar memperoleh pendidikan yang terbaik. Dengan begitu system tersebut dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang kreatif, cerdas, berani dan tidak mengenal putus asa dalam proses pembelajaran. Seiring berjalannya waktu, system pendidikan pun sepertinya mulai akan memasuki era baru, dimana standar pendidikan pun akan memperlihatkan adanya sebuah peningkatan mutu pembelajaran yang menghasilkan generasi yang berkualitas dan memiliki karakter, yang mampu bersaing di luar.

    Baru-baru ini kita cukup berbangga diri karena hadirnya sebuah program bimbingan belajar yang disajikan dalam suatu aplikasi digital yang bernama “Ruangguru”. Tentu saja, seiiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang terjadi saat ini, wajar saja kalau seyogyanya kita harus mengikuti perkembangan zaman, terlebih di dunia digital yang kini tengah terjadi. Maka tidak heran, banyaknya inovasi-inovasi baru yang bermunculan untuk mempermudah kita dalam menjalani keseharian. Termasuk aplikasi “Ruangguru” yang mungkin merupakan hasil olahan kreatifitas yang diciptakan dalam membangun sektor Pendidikan kita saat ini. “Ruangguru” merupakan bimbingan belajar (bimbel) yang disajikan dalam bentuk yang berbeda, yaitu berbentuk sebuah Aplikasi pembelajaran digital. Aplikasi tersebut menghadirkan sebuah program bimbingan belajar (bimbel) yang muncul dengan bentuk baru dan berbeda. Aplikasi semacam ini tersedia dalam aplikasi yang bisa di-download di gadget orang tua maupun anak.

    Sekilas kita dapat melihat bahwa, aplikasi ini mampu menyelesaikan ruwet nya system pendidikan yang ada saat ini. Tetapi, pada kenyataannya keberadaan bimbel semacam “Ruangguru” ini menjadi bukti bahwa, selain pemerintah yg abai terhadap dunia pendidikan, Pemerintah kita juga tergolong sangat payah soal kebijakan-kebijakan pada sektor pendidikan. Bukan berarti pemerintah juga bisa mengendalikan kebijakan-kebijakan yang lainnya dalam mengelola Negara.

    Saat ini kita tidak perlu lagi berbicara soal pemerataan fasilitas pendidikannya, tetapi kita berbicara soal standar pendidikan secara umum saja. Di masa seperti sekarang ini, Jangankan untuk orang miskin. Bagi orang yang berduit saja, masih banyak yang merasakan bahwa kebijakan pemerintah di dalam sektoe pendidikan Indonesia selama ini terkesan tidak mampu memfasilitasi dalam mencapai tujuannya.

    Hadirnya program bimbel berbentuk aplikasi ini, jika tidak digunakan sebaik mungkin, justru hanya akan mematikan essensi guru sebagai pengajar. Bahkan, hal tersebut niscaya akan mendegradasi kreatifitas, inovasi dan paradigma berpikir para guru sebagai pengajar. Selain itu, kita dapat menyadari bahwa program bimbel yang bentuknya digital ini merupakan aplikasi yang diciptakan hanya sebagai salah satu manufaktur Negara yang tergolong hanya berorientasi bisnis berbasis digital yang menawarkan bahan pembelajaran. lihat saja dari Adanya “diskon murah dan promo terbatas” yang ditawarkan didalamnya, telah sangat mendeskripsikan bahwa adanya penjualan ilmu dari apa yang diajarkan, tetapi nampaknya persentase apa yang diajarkan tidak berbanding lurus dengan apa yang dijual di dalam aplikasi tersebut, sehingga kehadiran aplikasi ini sangat rentan, karena bisa saja akan berdampak bagi kemunduran di dalam system pendidikan yang ada saat ini. Hal tersebut juga tanpa kita sadari akan membawa kita pada persoalan bahwa, sewajarnya Ini bukan main-main.

    Kalau kita bisa berprasangka baik, bahwa keberadaan bimbel semacam “Ruangguru” ini sebenarnya merupakan kritik paripurna terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Karena mereka mengetahui dengan benar, bahwa pendidikan di Indonesia tergolong tidak sebagus yang di harapkan. Karena itu, mereka menciptakan inovasi bimbel seperti ini.

Kenapa harus ikut kursus atau bimbingan belajar seperti itu, kalau memang segala hal, termasuk mutu sekolah negeri dan system pendidikan sudah bagus dan merata?

    Jika kita melihat data dari Unicef: hampir setengah dari anggaran pendidikan Indonesia hanya dinikmati sekitar 10 persen penduduk. Bahkan, sekitar 20 persen siswa kaya menerima 18 kali lebih banyak aneka fasilitas daripada 20 persen siswa miskin. Sampai di titik ini kita berpikir, bahwa, jelas yang menjadi akar permasalahan di sektor pendidikan kita adalah ketimpangan akses pendidikan. Jadi, jika kita melihat pada data di atas, kehadiran “Ruang Guru” ini tidak akan membantu memecahkan permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan kita. karena bagaimanapun, Ruang Guru hanyalah bisnis yang kebetulan mengambil label pendidikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik, Indonesia menuju Komunis

"Maulid Nabi"